Tips Pajak Bumdes
Salah satu rujukan pajak Bumdes adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Dalam beleid disebutkan bahwa Bumdes merupakan salah satu bentuk badan usaha yang diperbolehkan menghitung Pajak Penghasilan akhir tahun dengan menggunakan tarif PPh Final 0,5% dari omzet yang diperolehnya. Syarat agar Bumdes dapat menggunakan tarif ini antara lain omzetnya tidak melebihi Rp 4,8 milyar. Meski demikian, penggunaan tariff 0,5% PPh Final ini dibatasi hanya selama 4 (empat) tahun. Lalu bagaimana solusi jika Bumdes tidak bisa pakai tarif PPh 0,5% lagi?
Pengelola Bumdes tidak perlu khawatir jika masa penggunaan tarif 0,5% sudah habis. Sistem perpajakan di Indonesia masih menyediakan keringanan pajak bagi badan usaha, termasuk Bumdes tentunya, yang omzetnya belum mencapai Rp 50 milyar. Keringanan tersebut berupa diskon tarif sebesar 50% dari tarif yg berlaku umum, yaitu tarif pasal 17 UU PPh sebesar 22%. Hal ini diatur dalam Pasal 31E Undang-undang PPh. Secara lebih lengkap, pasal ini berbunyi sebagai berikut:
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Namun demikian, fasilitas ini dapat digunakan jika Badan Usaha Milik Desa sudah melakukan pembukuan untuk mencatat transaksi keuangannya. Nah, bagi Bumdes yang sudah membuat pembukuan, lalu masih beromzet kurang dari Rp 4,8 milyar namun fasilitas PPh 0,5% sudah habis masanya, dapat menggunakan fasilitas Pasal 31E tersebut sehingga mendapat tarif sebesar 11% dari laba bersih.
Contoh Penghitungan Pajak Bumdes Menggunakan Pasal 31E
Contoh 1
Peredaran bruto (omzet) Bumdes Y dalam tahun pajak 2023 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah). Setelah dikurangi berbagai biaya dalam pembukuannya diperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto Bumdes Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 22%) x Rp100.000.000,00 = Rp11.000.000,00
Contoh 2
Peredaran bruto Bumdes X dalam tahun pajak 2023 sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang :
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Penghiungan Pajak Penghasilan yang terutang:
* (50% x 22%) x Rp480.000.000,00=Rp52.800.000
*22% x Rp2.520.000.000,00=Rp554.400.000
Total PPh Terutang Rp607.200.000
Mana Yang Lebih Menguntungkan: PPh Final 0,5% atau PPh Pasal 31E?
Bagi Bumdes dan Bumdesma, masing-masing cara penghitungan Pajak Bumdes tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Bagi Anda yang tidak suka ribet, maka PPh Final 0,5% leih cocok karena tinggal mengalikan omzet dengan tarif 0,5%. Namun demikian, penggunaan tarif 0,5% hanya boleh dipakai selama 4 tahun berturut-turut. Kelemahan yang lain, jika Bumdes Anda pada kenyataannya mengalami kerugian, maka tetap diwajibkan membayar pajak 0,5% dari omzet sepanjang masih dalam jangka waktu 4 tahun yang diijinkan tersebut.
Adapun penghitungan PPh menggunakan Pasal 31E mensyaratkan Anda memiliki pembukuan yang baik. Namun demikian kelebihan dari cara ini adalah pajak dikenakan hanya atas dasar laba yang diperoleh saja. Jika pada kenyataannya Bumdes Anda rugi, maka tidak ada pajak penghasilan yang dibayar.
Sebagai ilustrasi, kita gunakan contoh 1 untuk membandingkan perhitungan pajak yang harus dibayar Bumdes. Dalam contoh satu, yang mana omzet Rp 4,5 milyar dan laba bersih Rp100 juta, PPh dengan tariff 0,5% menghasilkan pajak terutang sebesar Rp22.500.000. Adapun jika menggunakan tariff Pasal 31E terlihat menghasilkan PPh terutang sebesar Rp11.000.000.
Bagaimana dengan Bumdes Anda? Cek Juga Apa yang Perlu Dipersiapkan Jika Bumdes hendak lapor pajak. Ingin berkomentar atau bertanya? Silakan tinggalkan tanggapan Anda pada ruang komentar pada artikel ini atau ajukan pertanyaan melalui Forum Diskusi Pajak Bumdes.
Tags: konsultasi pajak bumdes pajak bumdes pajak bumdesma